Wednesday, December 12, 2012

Terus Jokowi Harus Ganti Nama Jadi Jokowow, Gitu?


Beberapa hari yang lalu, ketika saya berangkat naik motor ke kantor LPP Smart Students di daerah Rempoa, saya mendapati ada seorang bapak, paruh baya, yang berboncengan motor dengan isterinya. Saya tak sengaja melihat beliau berdua di daerah arteri Pondok Indah, Jakata, setelah keluar dari underpass. Bapak tersebut boleh dibilang pengendara yang agresif. Sambil mengarahkan motornya ke arah kanan, beliau menyalakan lampu sein dan berulang kali mengklakson kendaraan yang ada di belakangnya. Termasuk saya. Masya Allah, ternyata beliau mau masuk ke jalur busway. Setelah masuk, motor bebek itu dipacu dengan kecepatan lumayan, dan saya tidak melihat mereka berdua lagi.

Setelah peristiwa itu saya, entah mengapa, teringat gubernur DKI yang baru saja terpilih, Ir. Joko Widodo atau yang lebih populer disebut Jokowi. Saya juga kemudian teringat gubernur sebelumnya, Dr. Fauzi Bowo yang lulusan Jerman itu. Saya merasa menemukan salah satu sebab Jakarta tetap macet meskipun sudah berulangkali berganti pemimpin. Bahkan yang lulusan luar negeri tersebut.

Ternyata, kita (termasuk saya) sebagai rakyat punya kecenderungan yang aneh. Ketika ada sesuatu yang membuat kita tidak puas, (dalam konteks ini kemacetan Jakarta) kita cenderung menyalahkan pemerintah yang bertugas. Padahal ternyata tanpa kita sadari, kita punya andil dalam masalah itu. Kita melestarikan masalah itu di alam bawah sadar kita, sementara alam sadar kita memaki-makinya. Kita mengeluh semrawutnya lalu lintas Jakarta, namun di saat yang sama kita menerobos lampu merah, menyerobot jalur busway, mengendarai motor di trotoar, dll. Dengan kata lain, kita hanya mengutuk kegelapan, tapi tak melakukan apa-apa untuk menerangi. Bukankah menyalakan sebatang lilin masih lebih baik? Redupnya cahaya lilin masih lebih baik daripada gelap total kan?

Kemudian, kita sebagai rakyat juga seringkali mengharapkan solusi yang instan dan menyeluruh, ibarat panacea. Panacea adalah nama obat dalam legenda Yunani kuno yang dikisahkan mampu mengobati segala macam penyakit. Di-glek, semua gejala sembuh. Sekitar sebulan yang lalu ada teman yang berbagi status di Facebook, bercerita tentang temannya yang mengeluhkan Jakarta yang masih macet dan banjir padahal Jokowi sudah jadi gubernur. Kalau boleh jujur, Jokowi yang sempat jadi media darling waktu itu baru bekerja sekitar dua bulan. Tidak adil rasanya menilai kinerja yang harus dikerjakan dalam lima tahun dari dua bulan waktu tertempuh. Semua butuh proses.

Betapa sering, kita menginginkan perubahan, namun lalai mengubah diri kita sendiri. Maka, reaksi otomatis saya terhadap status update kawan saya itu adalah,"Terus Jokowi harus ganti nama jadi Jokowow, gitu?" [AP/SmartStudents]

0 comments:

Post a Comment