"Gue dulu pernah ikut **** (menyebut nama sebuah gerakan dakwah). Gue bahkan sempet ikut keliling dari masjid-ke-masjid, dan nginep di sana. Dulu gue sama masjid rasanya deket banget. Waktu gue kecil, kalo gue pergi ama nyokap (ibu) terus ada adzan, gue pasti ngajak nyokap berenti dulu dan sholat. Dulu gue rasanya sedih banget kalo ampe ketinggalan sholat berjamaah, kayak ada yang kurang dan hilang." tutur Akbar pada seorang kawannya, Yunus (juga bukan nama sebenarnya), yang kebetulan aktivis UKM Dakwah Kampus di PTN tersebut.
Yunus tersentak. Tentu saja kekagetannya itu tak ia ungkapkan secara terbuka di depan Akbar. Sebab Akbar yang ia kenal selama ini adalah Akbar yang berbeda 180 derajat dari apa yang ia ceritakan. Apalagi ekspresi Akbar saat bercerita sepertinya datar-datar saja, tidak ada raut penyesalan terlihat.
Kisah di atas diceritakan Yusuf kepada saya. Tentu bukan dalam rangka berghibah, namun dalam rangka mengambil pelajaran. Apa yang terjadi pada Akbar, tak mustahil terjadi pada diri kita. Jika kita saat ini dikenali manusia sebagai orang yang baik, shalih, dan berilmu, tak mustahil jika kemudian ( ) kita menjauh dari kebaikan-kebaikan itu dan malah menjadi sebaliknya. Kita membuang kebiasaan-kebiasaan baik kita dan menggantikannya dengan yang buruk.
Hati, dalam bahasa Qur'an kadang disebut sebagai qalbu. Ia, dalam kaidah bahasa Arab, masih memiliki asal yang sama dengan kata kerja qallaba-yuqallibu yang artinya membolak-balik. Memang pada dasarnya, hati manusia itu sangat mudah berbolak-balik. Bahkan pada titik lain yang lebih ekstrim Rasulullah menyebut bahwa menjelang hari kiamat ada orang-orang yang paginya beriman namun sore harinya mereka kafir, lantaran dahsyatnya fitnah di hari-hari tersebut.
Karena itu, Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Tirmidzi mengajarkan do'a yang begitu indah pada kita:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
Yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbii 'ala diiniKa.
Wahai Yang Maha Membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamamu.
Sahabat, ternyata hidayah itu mahal bukan? Sebab tidak semua orang berkesempatan memperolehnya, dan bila sudah dapat, ternyata dari yang sekian itu tidak semuanya berkesempatan mengecapnya terus menerus. Wallahu a'lam bisshawab. [AP / SmartStudents]
0 comments:
Post a Comment