Wafatnya Uje mengundang reaksi hebat, baik di dunia nyata maupun di dunia maya (internet). Di media sosial macam facebook dan twitter, begitu banyak ucapan belasungkawa, mulai dari aparat negara hingga kawula biasa. Pada satu titik, tag pagar (hashtag) #Uje sempat menjadi trending topic di twitter.
Mengingat objek dakwah Uje sebagian besarnya adalah remaja dan anak muda, penulis ingin mengajak para pembaca sama-sama memikirkan beberapa hal ini dengan seksama. Di bawah ini adalah screenshot dari sebuah halaman dakwah di Facebook, terkait berita wafatnya Uje:
Yang ingin penulis soroti bahwa ternyata ada kecenderungan di kalangan anak muda kita untuk meng-alay-kan semua kata-kata. Adanya perubahan kata "semangat" menjadi "Cmunguddh" atau "ya" menjadi "ea" saja sebetulnya sudah cukup mengganggu. Apalah lagi merubah seruan "Ya Allah!" menjadi "Yowwoh". Betul, bahwa di masa remaja kita--seperti kata Raditya Dika--kita semua pasti pernah "alay", melakukan hal-hal tertentu supaya dianggap keren, padahal aslinya norak. Namun, itu semua ada batasnya.
Contoh keinginan dianggap eksis yang melampaui batas kepatutan juga ditunjukkan oleh para siswi sebuah SMU di Toli-Toli yang melakukan tarian a la "Harlem Shake" dan digabung dengan gerakan shalat. Mereka, saat melakukannya bisa jadi hanya berniat eksis, menjadi lain dari yang lain, namun mereka tidak berpikir lebih jauh akan akibat yang muncul karena perbuatan mereka.
Dua contoh di atas agaknya cukup untuk membuktikan, saatnya dakwah kembali melirik dan merangkul anak muda dan remaja. Biar bagaimanapun, merekalah wajah bangsa ini di masa depan. Semoga, ke depan, kita bisa sama-sama melihat anak-anak muda yang memenuhi shaf-shaf pertama shalat berjamaah di masjid-masjid. Amiin. Mari, lanjutkan perjuangan Uje. [AP/SmartStudents]
0 comments:
Post a Comment