Saturday, March 30, 2013

Menyalahkan yang (Memang) Salah


Sepekan lalu, dalam perjalanan pulang dari Sumedang, di samping mobil yang saya tumpangi bersama kawan-kawan saya melintaslah seorang pria berambut panjang dicat dengan bahasa tubuh kemayu. Ia adalah tipikal orang yang sehari-hari kita sebut sebagai bencong alias banci. Melihat hal itu, seorang kawan saya berkomentar spontan,

"Wah, ada mas-mas salon!"

Saya yang mendengar celetukannya, merasa heran dengan istilah yang ia lontarkan dan lalu spontan juga berkomentar kepadanya,

"Baru denger tuh istilah mas-mas salon, hehehe...."

Kawan saya lalu menjelaskan panjang lebar, sejauh yang ia pahami ketika kita berinteraksi dengan orang-orang yang melenceng dari fitrahnya macam itu dan juga berbicara tentang mereka kita harus tetap meletakkan persoalan pada tempatnya. Banci biar bagaimanapun tetaplah lelaki yang memaksakan diri berpakaian layaknya wanita. Lesbian pun, entah bagaimana maskulinnya tetaplah wanita yang kehilangan kodratnya. That's the plain truth. Jadi misalnya, kalau ada banci mengamen di depan rumah kita, tetaplah membahasakan diri mereka sebagai "Mas", bukan "Mbak". Sebab secara tidak langsung, ketika kita menggunakan kata sapaan "Mbak" untuk mereka, berarti kita telah memberikan toleransi atas pelanggaran mereka terhadap hukum Allah.


Dalam hadits marfu’ riwayat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma disebutkan,

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ الْمُتَشَبِّهِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.”( Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 10/332.)

Dalam hadits lain Ibnu Abbas juga meriwayatkan,

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ الْمُتَخَنِّثِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang bertingkah laku seperti wanita dan wanita yang bertingkah laku seperti laki-laki”( Hadts riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 10/33333)

Selanjutnya, kawan saya itu menjelaskan dengan mengambil contoh kasus isteri Nabi Luth. Sesungguhnya isteri beliau tidaklah termasuk golongan penyuka sesama jenis, namun ia (si isteri) menoleransi dan ridha atas kerusakan yang dilakukan kaumnya. Ketika para malaikat utusan Allah datang ke rumah Nabi Luth dalam wujud pemuda-pemuda tampan, sang suami dengan sekuat tenaga merahasiakannya, karena khawatir akan gangguan para homoseksual tersebut kepada tamu-tamunya. Tiada yang tahu kecuali sang nabi dan keluarganya. Sang isteri malah membocorkan hal itu pada para tetangganya yang durhaka, “Sesungguhnya di rumah Luth ada beberapa anak muda tampan, yang tidak pernah aku lihat orang yang wajahnya setampan mereka.”

Seperti yang kita sudah sama-sama tahu, sang isteri kemudian termasuk dari orang-orang yang diadzab dan dibinasakan Allah. Bukan karena ia pelaku maksiat, tapi karena ia membiarkan dan bertoleransi terhadapnya. Dahsyat bukan?

Pelajarannya yang saya dapat sore itu amat jelas. Ketika sesuatu salah, bilanglah bahwa ia salah. Tak usah ragu hanya karena manusia. Kalau ada yang bilang,

 "Apa hak kita menghakimi mereka ? Tuhan yang bisa menentukan manusia itu salah atau nggak, bukan lu!"

Maka jawablah, seperti ini, dengan tentunya menunjukkan dalilnya dari Al-Qur'an dan Sunnah:

"Tuhan sendiri dan nabi-Nya yang bilang kalau itu salah. Ini buktinya. Lihat sendiri. Kalau elu siapa, kok bilang mereka gak salah, padahal Allah dan rasul-Nya saja bilang salah?"

اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا التِبَاعَةَ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

Allahumma arinal-haqqa haqqan warzuqnat-tibaa'ah, wa arinal-baatila baatilan warzuqnaj-tinaabah. 

Ya Allah, tunjukkan kepada kami bahwa yang baik itu baik, dan anugerahi kami kekuatan untuk mengikutinya. Dan tunjukkan kepada kami bahwa yang salah itu salah, dan anugerahi kami kekuatan untuk menjauhinya. [AP/SmartStudents]

0 comments:

Post a Comment