Sebagai negara yang lahir pasca dan akibat Perang Dunia II, Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak negara nation state. Pengertian nation state adalah negara yang berbasis kebangsaan, di mana negara didirikan atas dasar rasa senasib-sepenanggungan oleh mereka-mereka yang mengidentifikasi dirinya sebagai satu bangsa. Sebelum terbentuknya Indonesia, tidak ada itu suku Jawa, suku Sunda, suku Banjar, dll. Yang ada adalah kerajaan-kerajaan tersendiri, bangsa-bangsa tersendiri. Maka Indonesia ini adalah bangsa yang bukan diikat oleh sentimen etnis, karena semua bangsa-bangsa itu--dengan ketinggian budaya-budayanya masing-masing--telah bersepakat membentuk identitas kebangsaan baru bernama bangsa Indonesia.
Mencintai tanah air dan tanah kelahiran adalah sesuatu yang wajar, adalah sesuatu yang manusiawi jika kita memiliki perasaan spesial terhadap sebuah tempat di mana kita begitu banyak memiliki kenangan manis dalam hidup. Bukankan 'Umar ibn. Khatthab pun amat mencintai Madinah, hingga ia meminta pada Allah agar disyahidkan di kota itu? Namun, sebagai muslim, kita harus mewaspadai agar kecintaan itu tidak berubah menjadi ashobiyah, kecintaan yang berlebihan atas kabilah, suku, atau tempat tinggal. Sebagaimana suku Aus dan Khazraj telah berperang-menahun sebelum kedatangan Islam. Aus dan Khazraj sebagai teladannya, ketika Islam sudah mempersatukan, maka sekat-sekat wilayah dan kesukuan, tak boleh mencederai ukhuwwah, persaudaraan atas dasar aqidah.
Hari-hari ini, Mesir, salah satu negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia, sedang berduka dan ditimpa bencana kemanusiaan. Hampir sama seperti Indonesia pra kejatuhan Bung Karno dan Pak Harto, Mesir dicekam ketakutan akibat angkatan bersenjatanya membunuh putera-puteri bangsanya sendiri. Begitulah sejarah, seringkali ceritanya sama, hanya tokohnya yang berbeda. Dulu ada Trisakti di Indonesia, sementara kini di negeri Kinanah sana ada cerita horor dari Rab'ah Adawea.
Inilah ukhuwwah. Mereka yang sedang dizalimi di sana adalah saudara-saudara kita, muslim. Kalau kita tak bisa--atau mungkin tak mau--menolong mereka, paling tidak janganlah kita nyinyir terhadap mereka, seperti apa yang dilakukan para pentolan Jaringan Islam Liberal. Mereka yang selama ini berteriak-teriak tentang demokrasi dan HAM justru menyalahkan para demonstran yang sudah dihabisi tanpa ampun dengan--meminjam ungkapan Pak Taufiq Ismail--peluru yang dibeli dari hasil buminya sendiri.
Menjadi seseorang yang mencintai Indonesia, bukan berarti berlepas diri dari kesulitan yang membelenggu saudara kita di tempat lain. Ah... Bukan itu... Mereka-mereka yang bilang, "Ngapain ngurusin negara orang, negara sendiri saja masih kacau!" entah jadi apa seandainya dulu rakyat Mesir melakukan yang sama pada kita rakyat Indonesia. Tentu kita tahu, syarat sebuah negara merdeka tak cukup punya wilayah dan rakyat, namun juga harus ada pengakuan dari negara lain.
Seperti kata PM Turki, Recep Tayyip Erdogan, Anda tak mesti jadi warga Mesir, dan bahkan tak perlu jadi muslim untuk menolak pembantaian di Mesir. Cukuplah menjadi manusia saja. [AP/SmartStudents]
0 comments:
Post a Comment